Lompat ke isi utama

Berita

Keselamatan Masyarakat Prasyarat Mutlak Pilkada di Tengah Pandemi

JAKARTA,  Keamanan dan keselamatan penyelenggara, petugas keamanan, peserta, serta pemilih menjadi prasyarat mutlak yang harus dipenuhi dalam menjalankan Pilkada 2020 di tengah pandemi Covid-19. Untuk itu, ketersediaan anggaran dan peralatan protokol kesehatan terkait Covid-19 harus dipastikan sebelum tahapan lanjutan pilkada berjalan mulai 15 Juni. Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Keuangan, Kamis (11/6/2020), direncanakan akan membahas kepastian ketersediaan anggaran tambahan atau peralatan protokol kesehatan terkait Covid-19. Pekan lalu, KPU dan Bawaslu mengajukan tambahan anggaran berkisar Rp 2,8 triliun-Rp 5,9 triliun, bergantung pada tingkat keketatan penerapan protokol Covid-19. Jumlah ini di luar sisa anggaran naskah hibah perjanjian daerah (NPHD) pilkada Rp 9 triliun saat tahapan pilkada dihentikan akibat pandemi akhir Maret. Sepekan terakhir, rangkaian rapat antara pemerintah pusat, daerah, dan penyelenggara pemilu dilakukan untuk mencari solusi anggaran. Namun, hingga kemarin belum ada kesepakatan soal tambahan dana dari pusat jika pemda tidak sanggup menambah anggaran. KOMPAS/ANTONY LEE Kesimpulan RDP Komisi II DPR bersama penyelenggara pemilu dan pemerintah terkait tambahan anggaran Pilkada 2020, Rabu (3/6/2020) Anggota Bawaslu, Mochammad Afifuddin, di Jakarta, Rabu (10/6/2020), menekankan, pemenuhan kebutuhan anggaran tambahan untuk menjalankan protokol penanganan Covid-19 menjadi prasyarat untuk menjalankan tahapan lanjutan pilkada. Ia mengibaratkan prasyarat itu sebagai portal pembuka menyusul ketersediaan alat pelindung diri bagi penyelenggara dan pemilih sebagai pertimbangan utama dari sisi kesehatan masyarakat. KOMPAS/PRADIPTA PANDU Anggota Bawaslu, Mochammad Afifuddin, seusai rapat evaluasi debat kedua di Kantor KPU, Jakarta, Rabu (20/2/2019). ”Nah, kalau prasyaratnya tidak terpenuhi, tentu kita harus diskusikan,” kata Afifuddin. Rapat dengar pendapat bersama DPR dan pemerintah pada Kamis, katanya, untuk memastikan apakah prasyarat protokol Covid-19 itu bisa dipenuhi atau tidak. Sementara itu, anggota KPU, I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, berharap pemenuhan kebutuhan tahapan dalam bentuk uang atau barang diwujudkan. Hal ini penting untuk pelaksanaan protokol penanganan Covid-19 selama penyelenggaraan tahapan lanjutan pilkada. KPU, ujar Raka, tetap mempertimbangkan sejumlah kemungkinan ke depan.  Namun, secara normatif, sebagai lembaga negara yang terikat pada mekanisme tata usaha negara, KPU akan melaksanakan semua keputusan yang diambil dalam rapat dengar pendapat. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Ari Fahrial Syam berharap  pilkada yang akan diadakan tidak menjadi tempat timbulnya kluster baru penyebaran Covid-19. Keputusan untuk menentukan kapan pilkada bakal digelar, kata Ari, semestinya melibatkan ahli epidemiologi untuk menentukan tingkat keamanan saat orang-orang keluar rumah dan berkumpul. KOMPAS/HERU SRI KUMORO Petugas medis memeriksa kesiapan alat di ruang ICU Rumah Sakit Darurat Penanganan Covid-19 Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta, Senin (23/3/2020). Presiden Joko Widodo yang telah melakukan peninjauan tempat ini memastikan bahwa rumah sakit darurat tersebut siap digunakan untuk karantina dan perawatan pasien Covid-19. Ari mengingatkan, mitigasi terhadap potensi penyebaran Covid-19 harus detail dan tidak bisa dilakukan sembarangan. Sebab, risikonya adalah penyebaran infeksi Covid-19 yang, selain membahayakan, juga akan menjadi sorotan negara-negara lain. Ini terutama terjadi jika keputusan berkumpul sudah diambil, tetapi tidak disiapkan dengan baik bagaimana tata cara orang-orang berkumpul. Komite I DPD menolak Kemarin, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menggelar rapat kerja dengan Komite I Dewan Perwakilan Daerah (DPD) secara virtual guna membahas Pilkada 2020. Sebagian besar peserta raker yang dipimpin Ketua Komite I DPD Agustin Teras Narang itu mendorong pemerintah menunda pilkada ke tahun 2021. Sejumlah kendala diungkapkan anggota DPD, yakni belum jelasnya aturan teknis pelaksanaan pilkada dengan protokol kesehatan Covid-19 dan ketidaksiapan daerah soal anggaran. Selain itu, terdapat kendala sosialisasi protokol dan tahapan oleh KPU secara virtual dalam kondisi pandemi lantaran kendala jaringan internet serta tak dilibatkannya DPD dalam pengambilan keputusan oleh pemerintah, DPR, dan penyelenggara pemilu terkait pilkada. Dalam kesimpulan rapat, Komite I DPD tetap menolak pilkada dilakukan di tengah pandemi. Tito menuturkan, melihat perkembangan banyak negara juga tak dapat memastikan kapan pandemi berakhir dan belum adanya vaksin untuk virus korona, pemerintah mengambil opsi paling optimistis, menggelar pilkada pada Desember 2020. Pemerintah, kata Tito, sudah berusaha menyelesaikan persoalan anggaran pilkada. KOMPAS/RHAMA PURNA JATI Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian Menurut dia, ada dampak ikutan positif dari penyelenggaraan pilkada ini, yakni adanya peredaran uang di masyarakat. Penyelenggaraan pilkada secara tak langsung akan turut menggerakkan ekonomi karena ada uang yang berputar dalam kegiatan itu. Hal tersebut akan membantu menggairahkan perekonomian masyarakat yang sedang kesulitan di tengah pandemi. Dia menyebutkan, ada sisa anggaran pilkada yang belum digunakan sekitar Rp 9,2 triliun. Selain itu, akan ada tambahan dukungan dana dari APBN ataupun daerah. Secara tak langsung, penyelenggaraan pilkada akan memberikan sitimulus ekonomi bagi masyarakat. ”Ada dua keuntungan. Pertama, ada uang yang beredar di tengah-tengah perekonomian yang tidak menggembirakan. Kedua, kita gunakan uang itu untuk agenda politik yang penting sekali,” kata Tito. Dalam forum terpisah, Ketua Umum Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia Airin Rachmi Diany mengatakan, pengetatan protokol kesehatan di setiap tahapan pilkada tak hanya menambah anggaran penyelenggara pemilu, tetapi juga anggaran pengamanan. Anggaran pengamanan di NPHD juga diteken tanpa menghitung situasi pandemi. KOMPAS/LUCKY PRANSISKA Airin Rachmi Diany Airin menyampaikan, dampak pandemi amat terasa terhadap pendapatan asli daerah. Karena itu, ia meminta penyelenggara pemilu mengoptimalkan terlebih dahulu anggaran di NPHD. Dengan begitu, sisa anggaran bisa digunakan untuk protokol kesehatan. Di tengah ruang fiskal daerah yang tertekan, ia meminta pemerintah pusat mencari solusi jika ada penambahan anggaran akibat pemenuhan protokol Covid-19. Kemarin, berdasarkan informasi yang dihimpun Kompas, perwakilan penyelenggara pemilu dan pemerintah juga menyambangi Mahkamah Agung guna mencari solusi rentang waktu penyelesaian sengketa pencalonan agar tak melampaui hari pemungutan suara, 9 Desember 2020. Sumber : Kompas
Tag
Bawaslu 2020
Berita Bawaslu